Round 1 - Regalia Banks/Peter Gummy - Ragga Big Bang Theory
By
Wasted
Entah sudah yang
ke berapa kalinya Regalia meninju tembok dinding garis start misi babak pertama
turnamen dimulai.
“Bangsat! Bisa –
bisanya aku diperintah dan dikerjain anak kecil!” Rupanya Regalia masih
menggerutu penuh kesal semenjak dikumpulkan Bersama para peserta lain, “Memang
sih aku ingin mengikuti turnamen antar dimensi ini, biar seperti ayah, tapi
perilaku kedua anak kecil barusan membuatku kesal!”
“Sudahlah, nak…
Kalau mereka dengar lalu marah, bisa berbahaya…” Ucap Peter Gummy berusaha
menenangkan cucunya.
Regalia bergidik
jengkel mendengar ucapan kakeknya, ia menoleh dengan tatapan berapi – api
tajam. Kakek Gum yang tampak terkejut disoroti tatapan tersebut memalingkan
wajah, menghindari kontak mata dari cucunya.
“Kakek sendiri
kenapa tidak melawan saat beruang – beruang itu mencabik – cabik tubuhmu, hah?!
Aku tak bisa harus terus – menerus mengawasi bokong pecundangmu itu, kek!”
Bentak Regalia, kini ia mengarahkan emosinya pada sang kakek.
“Terimakasih sudah
mengkhawtirkan kakek, nak… Hehehehee…” Ucap Kakek Gum sambil mengusap belakang
kepalanya.
“Haaaahhhh???”
Regalia mengernyitkan dahi, nadanya meninggi memberi kesan sinis, “Aku bukannya
mengkhawatirkanmu, kakek pencundang!”
“Kalau kau benar
– benar mati nanti, aku pun akan otomatis dihitung kala—” Regalian yang masih
tersulut emosi tak menyelesaikan ucapannya dengan refleks kedua tangan menutup
mulutnya sendiri.
Ia hampir saja
mengucapkan hal yang tak berperasaan pada kakeknya, meski kalimat tersebut
sudah hampir sepenuhnya terdengar oleh sang kakek. Regalia memang membenci
kakeknya, tapi itupun karena ia menganggap kakeknya pecundang yang tidak keren.
Dalam hatinya, Regalia sadar bahwa ucapan barusan itu agak terlalu berlebihan
jika benar – benar ia ucapkan, meski kasar, ia tak mau menjadi orang yang
jahat.
“Hmmm hehehehe…”
Kakek Gum hanya tersenyum mendengar dan melihat tingkah laku cucunya.
Regalia menghela
nafas panjang, setidaknya ia dapat mengikuti turnamen bertarung antar dimensi
untuk pertama kalinya, meski harus Bersama kakeknya.
Setelah agak
tenang, Regalia melihat ke sekeliling arena babak pertama turnamen yang Bernama
The Nine Tower tersebut. Ia melihat tiga tower utama terpampang tinggi
menjulang dengan bebatuan besar sebagai tembok diantaranya, namun Regal
kesulitan mendapati sisa tower lainnya. Setiap tower memiliki lampu diatasnya,
yang saat ini masih belum menyala satupun.
Ketika ia
melihat kesamping, ia mendapati sebuah gerbang yang sama seperti tempat ia
muncul, nampaknya gerbang yang belum terbuka satu itu adalah tempat dimana
lawan mereka akan muncul.
GRRKKK
Kedua keluarga
ini tampak terkejut saat menatap gerbang yang jaraknya agak jauh dari tempat
mereka berpijak itu terbuka kali ini. Raut wajah Regalia kembali menyala, ia
bersemangat ingin melihat seperti apa lawan pertamanya.
“Duhh, dia
kemana sih…” Sebuah suara wanita lembut terdengar datang dari arah gelap lorong
gerbang kedua tersebut.
Sesosok
perempuan jangkung, jauh lebih tinggi dari Regalia tampak muncul elegan dengan
lapisan kain dan jubah bulu. Ia datang sendiri dengan raut gelisah mencari
pasangannya.
“Bingo…” Regalia
menatap tajam sang lawan dengan nafas yang menggebu – gebu siap untuk
pertarungan.
“Regal, nak…
Jangan…” Ucap kakeknya pelan yang semakin khawatir melihat ancang – ancang buas
sang cucu.
Selain ia tak
menyukai pertarungan, ia beranggapan secara fisik pun perempuan jangkung itu
dapat hancur babak belur jika Regalia bernafsu melawannya. Sang lawan memanglah
jangkung, namun tidak tampak seperti petarung.
“Heyyyy, kau
lawanku kan?!” Teriak Regalia memanggil wanita yang baru datang itu.
Wanita
itu sontak melirik kearah Regalia, disusul dengan ekspresi terkejut.
“Lawanku
kakek tua yang tadi tak berdaya dicabik – cabik beruang dan gadis tomboy
berotot, huh?” Ucap sang lawan.
“Ughhh,
kenapa dia melihatku seperti itu… Wajah dan warna rambutnya membuatku kesal!”
Gerutu Regalia.
“Tapi
rambut kalian kan sewarna, nak?” Sahut Kakek Gum sambil melambaikan tangan
ramah kearah lawan.
“Hah?!
Oh, benar juga… Arrrgghhh!! Itu membuatku jadi lebih kesal!”
“Tapi
bukankah kita seharusnya berpasangan ya? Mana rekan-nya?”
Clive
sudah mewanti – wanti seluruh peserta bahwa setiap peserta datang berpasangan,
dan saling mengenal. Namun yang satu ini tampak datang sendirian, sudah
beberapa menit Regalia berancang – ancang menunggu satu lagi rekan lawannya
datang, agar terkesan ‘fair’ baginya.
“Kakek
tunggu disini saja, akan kuhabisi cewek tinggi itu dengan cepat. Jangan ikut campur
kecuali rekan-nya datang, itu tidak adil!” Ucap Regalia yang kemudian melesat
berlari menuju sang lawan.
“Ah,
Nak! Tunggu!” Kakek Gummy menjulurkan tangannya, namun Regalia yang bugar sudah
melesat terlalu jauh dari jangkauan kakeknya.
Sang
lawan tampak siaga melihat juggernaut berlari membabi – buta kearahnya.
Ia tak merasa ada tanda – tanda bahwa babak pertama sudah dimulai, namun
Regalia yang kesal sudah terlanjur berlari kearahnya.
“H-Hey tunggu dulu! Rekanku belum
datang!” Ucap si jangkung panik.
“Tenang saja! Kakekku tidak bisa
berantem, dia akan diam saja kok!” Balas Regalia yang semakin dekat dengan
lawannya dengan kepalan tinju siap menghantam, “Aku datang yaaaaa!!!”
“Hiiiikkk!! Orang gilaa!”
Sang lawan yang
merasa posisinya tidak strategis untuk melawan Regalia memutuskan lari, mencari
ruang dan momentum untuk bertarung jarak jauh. Karena tidak ada ruang lain, ia
berlari kearah tower dan harta karun yang dijelaskan oleh Clive sebelumnya.
“Hey tunggu!
Jangan lari, sialan!” Regalia terkejut melihat lawannya kabur darinya, seketika
pula ia berlari mengejar lawannya kearah tower.
Sriinkkk
Lampu – lampu diatas
tower yang tadi mati, seketika menyala dengan serentak kala Regalia dan
lawannya lewat, pertanda babak pertama dimulai. Pada setiap tower terdapat
kristal sihir berwarna merah yang berarti berelemen api, biru berarti es, dan
kuning berarti petir, sesuai seperti apa yang clive jelaskan. Baris pertama
hanya ada tiga tower, namun nampaknya baris kedua akan menjadi yang tersulit karena
para peserta akan dihimpit oleh enam tower.
“…” Wanita
jangkung itu melirik kebelakang sembari berlari menghindari Regalia, tatapannya
tenang mendapati juggernaut itu terpancing mengejarnya, ‘Akan kubawa
ia ke baris dua…’ gumamnya.
Meski ketiga
tower yang menyala itu sudah mulai mengeluarkan reaksi sihir atas hadirnya para
peserta, namun tembakan – tembakan sihir itu tampak acak. Beberapa sambaran
petir dan es tajam dapat dihindari oleh si wanita jangkung dengan mudah.
“Uwaakkh!” Sebuah tembakan sihir bola api yang berasal
dari tower merah tampak menghantam tanah dihadapan Regalia, dengan sergap ia
menghindar kearah samping.
.
.
.
Kakek Gum
menatap keduanya dari kejauhan, yang setelah beberapa saat menghilang
setelahnya. Tatapannya sayu menyadari kini Regalia kecil telah menjadi besar,
tak satupun dari ucapannya dapat menghentikan kehendak sang cucu. Semua terasa
begitu cepat baginya yang sudah berumur, dari tumbuh besarnya Regalia hingga
dimulainya turnamen.
Ia menggeladah
saku celananya, mengambil beberapa bungkus permen berwarna merah. Itu adalah
permen cherry kesukaan Regalia saat kecil, entah apa yang ada dipikirannya saat
hendak berkemas menuju turnamen ini, hanya permen – permen cherry yang ia bawa
“Dulu, Nak Regal
pasti menurut jika dikasih permen ini…” Kakek Gum tersenyum kecil mengenang
masa lalu Regalia.
“Jika dulu tidak
dikasih permen, apa Nak Regal mau ya tinggal ditempat kakeknya ini…” Gumamnya.
“Margaret…”
***
Beberapa
tahun lalu.
“Margaret, apa
tidak ada cara lain? Anakmu pasti sedih jika harus berpisah dengan ibunya.”
Tanya Kakek Gum.
“Tidak ada,
ayah. Regalia tidak memiliki siapapun di Fenriz, hanya ayah yang bisa aku
pintai tolong soal ini.”
Rambutnya
panjang berwarna hitam dengan mata biru keabu – abuan, wanita itu adalah Margaret
Gummy, ibu dari Regalia.
“Tapi kenapa?
Apa alasanmu? Setidaknya beritahu ayah! Apa ini ada sangkut pautnya dengan
Ragga?” Desak Kakek Gum penuh kekhawatiran.
Margaret
tertunduk, sekali ia berdecak kemudian Kembali mengangkat kepalanya menatap sang
ayah.
“Ragga telah
berurusan dengan sindikat antar dimensi. Ia berusaha disuap untuk sengaja kalah
dalam sebuah pertarungan yang melibatkan petarung dari sindikat tersebut. Namun
ia menolak, menghajar, serta melaporkan hal itu pada panitia turnamen, hingga
membuat kelompok sindikat tersebut dieliminasi secara paksa dari turnamen.”
Ucap Margaret.
“Ya tuhan…”
Sontak Kakek Gum.
Margaret
bercerita bahwa kelompok itu berniat menyengsarakan seluruh orang yang
berurusan dengan Ragga Bang, ayah dari Regalia. Salah satunya, mereka berniat
untuk membunuh istri dari sang pegulat. Ia juga bercerita bahwa keberadaan dari
para pemburu itu sudah berada di Fenriz.
“Namun untungnya
mereka tak mengetahui kalau aku dan Ragga memiliki seorang putri—” Lanjut Margaret.
“Pertarungan
ini, pertarungan itu… Kenapa hanya itu yang ada dikepala suamimu! Sekarang
lihatlah, kamu sendiri yang kerepotan, nak…” Balas Kakek Gum memotong ucapan
putrinya.
Margaret
tersenyum mendapati reaksi dari kakeknya.
“Ia memanglah
bukan seorang ayah yang baik untuk Regalia, tidak seperti ayah…”
“Juga bukan
seorang suami yang baik…”
“Tapi maafkanlah
kami ya, ayah? Maafkan aku dan Ragga sampai membawa masalah ini padamu…” Lanjut
Margaret, masih dengan senyuman.
Kakek Gum tampak
terkejut mendengar ucapan dari putrinya itu, ia mendapati rasa kecewa dan sedih
secara bersamaan hadir dalam benaknya.
“…”
“Pergilah…”
Bisik Kakek Gum.
“Pergilah
bersama suamimu, atau apapun itu. Namun simpan ini dalam benakmu: jangan pernah
kembali sebelum kamu, maupun suamimu merasa tak akan membawa bahaya lagi, sama
sekali. Regalia tidak berhak mendapatkan semua ancaman itu.” Ucapnya tegas.
Itu
adalah ucapan terakhirnya untuk Margaret, juga salah satu dari penyesalan
terbesarnya. Beberapa minggu kemudian Margaret dikabarkan telah meninggal dalam
pelariannya di planet serta dimensi lain.
Namun seiring
bejalannya waktu, Kakek Gum memalsukan kematian ibu dari Regalia pada cucunya,
yang seharusnya mati terbunuh menjadi kecelakaan antar dimensi. Ia tak mau sang
cucu membangun rasa dendam untuk para pembunuh tersebut.
***
“Hey…” Sebuah
suara terdengar dari arah samping Kakek Gum.
Namun pria tua
itu tidak bergeming, masih dalam lamunan masa lalunya.
“Hey kakek…”
“HEY!”
“Uwaaahh!!
Selamat datang di toko permen Gumm—” Gum terkejut melepas semua bayangannya,
refleks ia mengucap sambutan selamat datang untuk pelanggan, yang kemudian
sadar ia tidak sedang berada di toko permen miliknya, “Eh, aku kan tidak sedang
di toko, hehe…”
“Kakek adalah
lawan tarung babak ini, kan?” Tanya orang yang menyadarkannya barusan.
“Katanya sih
begitu, tapi kakek tidak begitu paham… Ngomong – ngomong, siapa namamu, nak?”
Anak muda itu
mengernyitkan dahinya, melihat betapa santainya kakek ini. Sekejap ia berpikir
sepertinya Clive salah membawa peserta untuk babaknya kali ini.
“Panggil saja
Imbrin.” Balasnya sambil melirik kanan – kiri, ia adalah Imbrin, pasangan dari
wanita yang sedang dikejar – kejar oleh Regalia, “Kalau kakek?”
“Salam
kenal, Nak Imbrin, aku Gum…” Ucap Kakek Gum sembari menjulurkan tangannya, yang
juga dibalas oleh jabatan tangan oleh Imbrin.
Keduanya
tampak canggung satu sama lain, seolah dibalik formalitas keduanya terdapat
perasaan yang mengganggu mereka.
“Jadi,
kenapa kakek tidak bersama—”
“Jadi,
kenapa Nak Imbrin tidak bersama—”
Serentak
keduanya mengucap pertanyaan yang serupa, dan terhenti ditengah – tengah ucapan
secara bersamaan. Rupanya masing – masing dari mereka memang sedang terbebani
dengan perasaan tentang partnernya.
Keduanya
tertawa kecil, disusul oleh Kakek Gum yang bercerita tentang masa lalunya
bersama Regalia. Ia bercerita tentang masa kecil sang cucu yang saat itu mudah
menurut jika diberi permen ceri, namun kini ia hanya merasa menjadi beban untuk
cucunya.
“Hahahaha,
seorang kakek yang benci kekerasan, namun hadir pada turnamen antar dimensi,
huh? Clive benar – benar salah orang untuk pasangan yang satu ini…” Ucap Imbrin
menertawai Kakek Gum sembari mengambil posisi disebuah bebatuan untuk duduk.
“Tapi
meskipun begitu aku sebenarnya berharap untuk tetap ikut turnamen ini, dengan
harapan bisa menahan cucuku untuk bertarung, namun tampaknya aku terlalu naif,
hehehe…” Lanjut sang Kakek yang juga ikut duduk disamping Imbrin, “Kalau kamu
sendiri bagaimana, nak?”
“Entahlah,
kek… Aku masih belum berani untuk menemuinya sekarang…” Balas Imbrin sambil
meminum sisa – sisa vodka yang ia ambil dari dalam pakaian tebalnya.
“Hmm?
Apa yang terjadi, jika kakek boleh tau?”
Entah
karena efek hangover atau keterbukaan dari Kakek Gum barusan, namun
Imbrin juga bercerita tentang rasa bersalah pada partner turnamennya. Nama
gadis barusan adalah Fionn, mereka berdua adalah pengembara Dunia Timur, daerah
paling berbahaya di dunia tempat mereka berasal. Ia bercerita bahwa ia secara
tidak langsung telah menjual Fionn pada segerombolan siluman, meski ia tidak
benar – benar melakukannya.
“Jika saja aku bisa kembali ke masa lalu, aku tidak akan
meninggalkan Fionn, akan kujaga ia dengan segenap tenagaku…” Lanjut Imbrin
bercerita.
Imbrin
juga bercerita bahwa semenjak ia memasuki turnamen ini, ia masih belum menemui
Fionn sama sekali karena rasa bersalahnya. Ia paham bahwa ia tidak benar –
benar menjual Fionn, namun rasa tidak berdaya menyaksikan para siluman itu
menghajarnya dan kemudian beranjak untuk mencari Fionn membuatnya merasa
bersalah.
“Sepertinya
aku sudah terlalu banyak meracau, seperti bukan diriku saja hahaha…”
“Hehehe,
tidak apa – apa nak, senang mengenalmu lebih jauh…” Balas Kakek Gum tersenyum
menanggapi anak muda disampingnya.
“Oh
ya, ngomong – ngomong dimana cucumu, kek?” Tanya Imbrin.
“Dia
beberapa saat lal— EHH! Dia sedang mengejar rekanmu!” Kakek Gum melonjak
terkejut kembali menyadari posisinya sedang berada dalam babak pertama sebuah
turnamen, “Aduhhh… Aku harus bagaimana ini…”
Imbrin
berdiam sejenak, pikirannya mempertanyakan kenapa seorang Fionn sampai harus
lari dari lawannya, sementara salah satu dari lawan mereka yang ada dihadapan
Imbrin saja tampak seperti pria tua yang tak berdaya.
“Jangan
– jangan… Kek, Apa cucumu itu kuat?”
“Satu
tinjunya dapat meledakkan seekor gajah, sih.”
Keduanya
saling menatap khawatir, tanpa mengucap apapun lagi keduanya refleks berlari
menuju arah baris kedua tower babak pertama. Imbrin berlari lebih unggul, ia
tak ingin membiarkan Fionn dalam bahaya sekali lagi, kini tekadnya bulat untuk
maju bersama. Sementara Kakek Gum tampak mengkhawatirkan keduanya, ia tidak
ingin ada pertumpahan darah karena turnamen ini.
***
“Uwaaaaakhh!!”
Sebuah
bola api melesat dari salah satu tower menghantam tubuh Regalia hingga
terpental jatuh. Bola api barusan tidak begitu besar hingga membakar Regalia,
namun tampak lengan kirinya menghitam karena panas.
Sementara
itu, Fionn yang melihat celah ini mendapatkan posisi yang bagus diujung koridor
menuju baris ketiga tower dengan jarak yang cukup jauh dari tempat Regalia
terjatuh. Ia menghadap pada Regalia yang berusaha bangkit dari jatuhnya seraya
mengangkat tangannya kearah Regalia.
“Hey
gorilla! Ada masalah apa denganmu?! Rekanku belum datang sama sekali dan kau
sudah berusaha menyerangku!” Bentak Fionn dengan kedua tangan yang dilapisi
sihir menyala panas diarahkan pada Regalia.
“Cerewet!
Anggap saja kakek tua itu tidak ada, ia juga tidak akan berguna dalam
pertarungan! Ukhh!” Balas Regalia seraya bangkit dan meregangkan tubuhnya dari
rasa sakit hantaman barusan.
“Aku
tak mengerti apa yang ada dipikiran Imbrin saat ini tak mau menemuiku, tapi
kalau memang harus satu lawan satu denganmu adalah cara memenangi babak pertama
ini, akan kulakukan!”
Sebuah
bola cahaya panas yang dipadatkan diantara kedua tangan Fionn tampak bereaksi
hendak menyerang. Tepat Ketika Fionn mendorong kedua tangannya, bola sihir itu
melesat menjadi laser cahaya memburu Regalia.
“Hrrrraaaaahhh!”
Tanpa
berpikir panjang, Regalia menepis laser sihir itu dengan ayunan tangan,
seketika pula laser tersebut melebar dan menghantam seluruh wajahnya. Seperti
seorang anak yang menepis balon berisi air.
“Kau
ini antara bodoh atau sangat bodoh menepis serangan sihir hingga menghantam
wajahmu…” Ucap Fionn tanpa melengahkan kuda – kuda sihirnya.
“Atau
terlalu kuat…” Ucap Regalia menepis asap yang mengelilingi kepalanya,
menampakan wajahnya yang terlihat tidak terluka sama sekali, “Aku benci
menggunakan kemampuan barusan, tapi jika tidak kugunakan wajahku bisa hancur…”
Rupanya
itu adalah kemampuan Full Armament dari darah Breaken Regalia, yang
membuatnya dapat mengeraskan seluruh permukaan tubuhnya bak perisai. Dalam
sepersekian detik serangan barusan tiba, refleksnya langsung mengaktifkan
kemampuan yang ia benci tersebut.
“Memang
tidak berlebihan jika aku menyebutmu gorilla…” Balas Fionn dengan seringai
kecil, namun matanya tampak memicing lebih tajam.
“Ragga
Step!” Sebuah ledakan menyembur dari kedua kaki Regalia, membuatnya melesat
menuju Fionn.
“H-HEY?!”
Fion yang sontak mengambil beberapa Langkah mundur, namun terhenti Ketika
punggungnya menempel pada dinding pembatas.
Fionn
tampak terkejut melihat Regalia yang mendadak melesat kearahnya, ia tidak
mengantisipasi kemampuan dari sang pegulat. Jemarinya bergerak berusaha
mengumpulkan energi untuk membuat sihir cahaya lainnya.
“Raggaaaaa…”
Regalia yang melesat juga mengumpulkan energi panas tangan kanannya,
menyingkronisasi darah panas Bomberman miliknya dengan limiter brass knucle
yang tertempel pada kepal tinjunya.
Sadar
bahwa ia takkan bisa mengindari serangan ini, Fionn memejamkan matanya.
“BANG—”
Tinju
Regalia meledakkan sasaran, namun bukan Fionn yang dihantam tinjunya. Tepat
Ketika Regalia sudah berada di jarak serangan, ia dengan sengaja membelokkan
tinjunya hingga menghantam tembok alih – alih disamping wajah lawannya.
“Huh?
Kenapa?” Mata Fionn terbuka mendapatkan wajah Regalia yang kebingungan berada
tepat dihadapan wajahnya.
“Kakek?”
Tanya Regalia pada Fionn
Pandangan
mata Fionn agak kabur Ketika mendengar panggilan Regalia barusan, secara samar
wujud dan suara Regalia berubah menjadi serupa dengan Imbrin. Sepertinya
Regalia mengalami pengelihatan yang sama, bahwa Fionn tampak berubah wujud
menjadi serupa kakeknya.
‘Kakek?’
Gumam Fionn dalam hatinya sambil mengusap matanya yang terasa agak buram.
“Kenapa
kau ada disini, kakek?! Kan hampir saja kena!” Bentak Regalia kebingungan.
Fionn menyadari bahwa ada hal yang tidak beres
di baris kedua tower ini, yaitu udara disini mengandung senyawa halusinogen
magis yang membuat orang yang ada didalamnya berhalusinasi. Namun nampaknya
halusinogen tersebut tidaklah langsung aktif, butuh beberapa saat sampai
penghirup udara untuk mendapati halusinasi.
Meski Regalia
tampak berubah wujud serupa Imbrin, Fionn sadar bahwa ini hanya efek
halusinasi, dan ia tau bahwa lawannya tidak secerdik itu.
“Ahhhh...
Clive menukar tubuhku dengan tubuh gadis barusan! Sebab pasangan turnamen harus
berjalan sama – sama… He… hehe…” Balas Fionn menyesuaikan wujudnya menjadi
Kakek Gum dimata Regalia.
“AARRRGHH!!!
Anak – anak kecil itu terlalu banyak ikut campur!” Umpat Regalia dengan
menginjak – injak tanah.
‘Sekali
lagi, memang tidak salah jika aku menyebutnya gorilla… Ia sangatlah bodoh.’
Gumam dalam hatinya.
Fionn
melihat Regalia yang mudah lengah akibat udara halusinogen disekitar mereka.
Akumulasi mantra yang sedari tadi ia siapkan di tangan kanannya tampak cukup
besar untuk menghabisi Regalia dalam jarak sedekat itu.
“…”
Fionn
menapak cepat kehadapan Regalia yang kebingungan, ia hantamkan telapak tangan
kanannya dengan bola cahaya yang energinya telah terakumulasi. Sebuah bogem
panas mengenai perut Regalia telak, rasa panas terasa menggerayangi perutnya
hingga akhirnya cahaya dengan diameter telapak tangan tampak menembus punggung
sang pegulat.
“Agghhkkk!!!”
Regalia
kembali terpental jatuh bermuncratkan darah dari mulut dan lubang yang tercipta
di perutnya. Ia menggelinjang kesakitan dengan benak yang masih kebingungan
mengapa kakeknya melakukan hal itu padanya.
“K-Kakekk…
Akkhhh… Kenapa…”
Rasa
sakit yang luar biasa tersebut membuat syarafnya memberi sinyal kencang,
halusinasi yang ia alami memudar, memperlihatkan sosok sang kakek yang kembali
mewujud Fionn, lawannya.
“Penyihir
keparat… Ahhh!!” Regalia mencoba bangkit dari tanah, namun ia dibuat bertekuk
lutut akibat rasa sakit yang luar biasa.
“Diamlah
ditanah, biarkan aku selesaikan babak pertama ini.” Ucap Fionn menatap Regalia
rendah.
Dua
pasang derap langkah terdengar dari belokan baris tower pertama, sosok pertama
muncul, ia adalah Imbrin yang sesungguhnya. Setelahnya muncul Kakek Gum yang
berlari dengan nafas terengah – engah mencoba menyamai kecepatan Imbrin seraya
menghindari tembakan – tembakan magis dari tower. Keduanya yang terkejut
melihat sisa – sisa pertarungan Fionn dan Regalia berlari tergesa – gesa menuju
pasangan masing – masing.
“Fionn!
Kau tidak apa – apa?” Ucap Imbrin yang sampai lebih dulu kehadapan Fionn.
PLAK
Sebuah
pukulan kecil mendarat diatas kepala Imbrin oleh Fionn yang jauh lebih tinggi
darinya. Tak seperti dirinya yang biasa,
ia justru tampak lega melihat Fionn masih memperlakukan dirinya seperti biasa.
“Kau
kemana saja?! Kepalaku hampir dibuat meledak berceceran oleh gorilla itu!”
Gerutu Fionn.
Fionn
merasa aneh melihat Imbrin yang tidak marah ia pukul, pasangannya itu justru
tampak lega.
Sementara
itu, Kakek Gum tampak gempor merangkul Regalia yang berlubang dibagian perut. Ekspresinya
menunjukan panik dan khawatir menjadi satu, ia tidak menyangka turnamen yang
terpaksa ia ikuti akan separah ini pada cucunya.
“Regal!
Bertahanlah! Regal!” Ucap sang kakek panik.
“K-Kakek…
Selesaikanlah babak pertama ini…” Balas Regalia.
Tanpa
memperdulikan ucapan tersebut, kakek Gum melemparkan tatapan penuh khawatirnya
pada Fionn dan Imbrin, yang juga dalam sekejap menemui kontak mata sang kakek.
“Kenapa…”
“Kenapa
harus berlebihan seperti ini…” Ucap Kakek Gum lirih dengan mata yang berkaca –
kaca.
“Kakek…”
Sahut Imbrin bersimpati.
“Maaf
kakek, kami disini untuk menang.” Potong Fionn tegas.
Ia
kemudian menggenggam tangan Imbrin mengajaknya untuk lanjut menuju harta karun
garis finish dari babak pertama ini. Keduanya mengangguk, tak ada tempat
untuk berempati saat ini, tanpa membalas pertanyaan sang kakek keduanya
langsung berlari meninggalkan baris kedua.
“Hey…
Tunggu… Jangan pergi—” Panggil Kakek Gum gemetar menyaksikan kedua lawannya
pergi berlalu.
Ucapan
Kakek Gum terpotong mendapati Regalia mencengkram pergelangan tangan sang kakek
dengan sangat keras. Sang kakek menoleh melihat raut wajah Regalia yang penuh
api masih belum padam.
“Jika
kau mau aku selamat… Selesaikan babak ini bersama – sama… Jangan diam seperti
pengecut…” Ucap Regalia terengah – engah.
“Tapi
perutmu, nak…”
“Diam
dan dengarkan aku…” Balas Regalia memotong ucapan kakeknya.
Kakek Gum
mengangguk, pikirannya terbayang – bayang kalimat yang diucapkan imbrin tentang
“Jika saja aku bisa kembali ke masa lalu, aku tidak akan meninggalkan Fionn,
akan kujaga ia dengan segenap tenagaku…”
Setidaknya,
untuk kali ini ia siap melakukan apapun untuk menolong cucunya.
“Kau
ingat saat aku masih kecil, aku pernah meledekkan toko permen kita?”
“Aku
bisa melakukannya lagi, dengan tenaga seratus kali lipat lebih besar.”
***
Serangan
dari tower di baris ketiga terasa lebih intens daripada baris – baris
sebelumnya. Imbrin yang berlari lebih dulu dari Fionn menebas dua bola api dan
sebongkah tombak es yang datang kearah mereka.
“Jadi
baris kedua halusinasi, dan baris ketiga hujan sihir, huh?” Tanya Imbrin seraya
mengayunkan pedangnya kesana – kemari.
“Begitulah
yang kurasa.” Jawab Fionn sambil berlindung dibelakang pasangannya.
Tepat
Ketika kedua pasangan tersebut mencapai salah satu dari tower terakhir di baris
ketiga, sambaran petir besar melesat dari dua tower yang berada di kanan dan
kiri mereka.
“Awas,
Fionn!”
Tangan
Imbrin refleks mengenggam tangan Fionn dan liontin yang ia kalungkan di
lehernya. Seketika pula sebuah kubah sihir pelindung muncul, melindungi mereka
berdua dari sambaran petir barusan.
“Wow…
Sejak kapan kau bisa melakukan sihir?” Tanya Fionn heran.
“Jujur
saja, aku pun tidak begitu—"
“RAGGA
BAAAAANG!!!”
Sebuah
teriakan keras disusul ledakkan menghancurkan batu besar yang menjadi
penghalang diantara tower tempat mereka berdiri. Fion dan Imbrin yang masih
dalam lindungan kubah sihir itu tampak tak terlukai sama sekali dari serpihan –
serpihan batu yang hancur.
“K-kau?!”
“Kakek?!”
Fionn
dan Imbrin terkejut melihat kedatangan Regalia dan Peter untuk sekali lagi.
Meski terengah – engah dan tampak sulit berjalan, Regalia berhasil menyamai
posisinya dengan sang lawan, kini sorot mata cucu dan kakek itu lebih bulat
dari sebelumnya.
“Sekarang,
larilah kakek!” Bentak Regalia.
“Jangan
memaksakan diri, nak.” Balas sang kakek.
Fionn
dan Imbrin tampak bingung menyaksikan strategi apa yang hendak dilakukan
lawannya. Namun Kakek Gum tampak berlari mendahului mereka menuju lapangan luas
dengan harta karun kayu berlapis emas diujungnya.
“Ahh!
Kakek tua itu mendahului kita, Imbrin!” Fionn kembali waspada dan hendak
menarik tangan Imbrin untuk menyusul Kakek Gum.
Namun
langkah keduanya terhenti melihat Regalia menapak tegak dengan sekuat tenaga
dihadapan mereka dengan kepalan tinju saling berhadapan di depan dadanya.
Tampak semakin keras ia berusaha tegak, darahnya semakin mengucur dari perut
dan mulutnya.
“Hmmm?
Kurasa ia hanya bertingkah sok jagoan. Lihatlah, seluruh tubuhnya bergetar
untuk mencoba berdiri tegak.” Ucap Imbrin.
“Kau
benar, ayo kita kejar kakeknya…” Balas Fionn.
Imbrin
dan Fionn berlalu mengejar Kakek Gum tanpa menghiraukan Regalia. Tanpa mereka
sadari Regalia tersenyum setelahnya, disusul oleh sekujur tubuhnya yang berasap
panas serta darah yang mengalir dari mulut dan perutnya menyala kekuningan bak
lahar panas.
Sementara
itu, di lapangan luas menuju peti harta karun…
Kakek
Gum yang sudah renta tampak berhenti kelelahan dengan kedua tangan berada di
lutut. Ia sudah tak sanggup untuk lari lagi, lutut kanannya bertekuk pada
tanah. Jaraknya sudah tidak begitu jauh
dari peti harta karun.
“Sekali
lagi, maaf kakek, tapi kami yang harus menang!” Ucap Imbrin bersama Fionn
menepuk Pundak sang kakek.
Tidak membutuhkan
waktu lama untuk Imbrin dan Fionn berlari menyusul sang kakek. Dalam hitungan
detik pun mereka akhirnya tiba disamping peti kayu tersebut.
“Jadi… Kita
hanya perlu membukanya, dan kita akan dianggap sebagai pemenang babak pertama,
kan?” Tanya Imbrin yang masih setengah terengah – engah.
“Yup, mari
menangkan turnamen ini, Imbrin…”
Sementara itu
Kakek Gum yang bertekuk lutut tepat beberapa jarak dari peti harta karun
memejamkan matanya. Seluruh permukaan tubuh Kakek Gum mengeras, ini adalah
kemampuan Full Armament dari darah ras Breaken miliknya.
Benaknya
melayang sejenak ke masa lalunya bersama Regalia.
---
“Ya
ampun, seluruh toko permen dan rumah kita jadi hancur, kan…” Ucap Kakek Gum
melihat rumahnya yang sedang disemproti air oleh mobil pemadam kebakaran.
“Hehehe…
Hebat kan, kakek? Nama jurusku barusan adalah Ragga Big Bang Theory!
Buuuummmm!!” Balas cucunya yang masih berumur 14 tahun pada saat itu.
---
Mata
Kakek Gum yang terpejam, kini terbuka membelalak, ia menarik nafas dalam
bersiap untuk sesuatu yang ‘besar.’
“Haaaaaaarrrrrrrgggghhhh!!!”
Teriak Kakek Gum penuh semangat.
Imbrin
dan Fionn yang terkejut menoleh mendengar teriakan sang kakek yang mendistraksi
mereka untuk membuka peti harta karun. Namun alih – alih melihat sang kakek,
kedua mata mereka dihadapkan pada ledakkan luar biasa yang tiba – tiba muncul.
Sebuah
ledakan super masif dari arah belakang Kakek Gum menyeruak dengan sangat cepat.
Seluruh arena dibuat sunyi tepat saat ledakkan yang sumbernya berasal dari arah
Regalia berdiri itu menyeruak.
Dalam
sekejap, ledakan panas yang melebar bulat itu menghantam Kakek Gum dengan
kecepatan tinggi. Namun bukannya terbakar, Kakek Gum justru melesat dari
tempatnya bertekuk lutut kearah peti harta karun akibat kemampuan pengerasannya
yang melindungi tubuhnya.
“Ragga
Big Bang Theory!”
Teriak
Kakek Gum menyebut nama jurus cucu kebanggaannya, menghantam hancur syarat
kemenangan babak pertama dengan perhiasan emas berterbangan bersamanya.
Comments
Post a Comment